Selamat siang, para pembaca pada artikel ini saya akan membahas apa itu pasar
oligopoly dengan contoh kasus perusahaan oligopoly dan analisa dari
sudut pandang etika bisnis.
Pengertian:
Pasar
oligopoly adalah pasar yang didalamnya terdapat beberapa penjual
terhadap 1 komoditi sehingga tindakan 1 penjual akan mempengaruhi
tindakan penjual lainnya. Jika produknya homogen disebut oligopoli murni
(pure oligopoly). Jika produknya berbeda corak disebut oligopoli beda
corak (differentiated oligopoly).
Karakteristik pasar oligopoly :
Ø Hanya terdapat sedikit perusahaan dalam industry.
Ø Produknya homogen atau terdiferensiasi
Ø Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi.
Ø Kompetisi non harga.
Penyebab terbentuknya pasar oligopoly :
· Efisiensi
skala besar di dalam efisiensi teknis (teknologi) dan efisiensi ekonomi
(biaya produksi). Profit hanya bisa tercipta apabila perusahaan mampu
mencapai tingkat efisiensi. Efisiensi teknis menyangkut pada penggunaan
teknologi dalam proses produksi. Kemampuan produsen dalam menempatkan
sumber daya secara optimal. Efisiensi ekonomi menyangkut pada biaya
produksi. Bagaimana mengatur biaya pada komposisi yang tepat sehingga
harga yang dipasarkan merupakan harga yang bisa diterima pasar dan
produsen.
· Kompleksitas manajemen (tingkat kerumitan). Tingkat kerumitan dalam manajemen pengelolaan di suatu perusahaan.
Kelebihan :
Terdapat sedikit penjual penjual , bagi produsen cukup menguntungkan karena pada tingkat harga tertentudapat mengendalikan harga.Tetapi jika terjadi perang harga , konsumen akan merasa diuntungkan .
Terdapat sedikit penjual penjual , bagi produsen cukup menguntungkan karena pada tingkat harga tertentudapat mengendalikan harga.Tetapi jika terjadi perang harga , konsumen akan merasa diuntungkan .
Kelemahannya :
Produsen cenderung bersekutu ( kartel ) yang pada akhirnya dapat merugikan konsumen ( bersekutu dalam hal negatif).
Contoh Kasus:
“Temasek
Holding (Pte) Ltd atau biasa disebut Temasek memiliki empat puluh satu
persen saham di PT Indosat Tbk dan tiga puluh lima persen di PT
Telkomsel”
Berdasarkan data kepemilikan saham ini, maka tidak salah jika masyarakat berasumsi bahwa ada konflik kepentingan dalam penanganan operasional manajemen di kedua perusahaan telekomunikasi tersebut, yang cukup besar market share-nya di Indonesia. Ketika sebuah perusahaan didirikan dan selanjutnya menjalankan kegiatannya, yang menjadi tujuan utama dari perusahaan tersebut adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya dengan prinsip pengeluaran biaya yang seminimum mungkin. Begitu juga, dengan prinsip pemilikan saham. Pemilikan saham sama artinya dengan pemilikan perusahaan. Kepemilikan perusahaan oleh seseorang atau badan atau lembaga korporasi tentunya bertujuan bagaimana caranya kepemilikan tersebut dapat menghasilkan keuntungan terhadap diri si pemiliki saham tersebut. Bicara keuntungan tentunya kita tidak hanya bicara tentang keuntungan financial, tetapi juga tentang keuntungan non financial, seperti memiliki informasi penting, penguasaan efektif, pengatur kebijakan, dan lain-lainnya.
Berdasarkan data kepemilikan saham ini, maka tidak salah jika masyarakat berasumsi bahwa ada konflik kepentingan dalam penanganan operasional manajemen di kedua perusahaan telekomunikasi tersebut, yang cukup besar market share-nya di Indonesia. Ketika sebuah perusahaan didirikan dan selanjutnya menjalankan kegiatannya, yang menjadi tujuan utama dari perusahaan tersebut adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya dengan prinsip pengeluaran biaya yang seminimum mungkin. Begitu juga, dengan prinsip pemilikan saham. Pemilikan saham sama artinya dengan pemilikan perusahaan. Kepemilikan perusahaan oleh seseorang atau badan atau lembaga korporasi tentunya bertujuan bagaimana caranya kepemilikan tersebut dapat menghasilkan keuntungan terhadap diri si pemiliki saham tersebut. Bicara keuntungan tentunya kita tidak hanya bicara tentang keuntungan financial, tetapi juga tentang keuntungan non financial, seperti memiliki informasi penting, penguasaan efektif, pengatur kebijakan, dan lain-lainnya.
pada
kasus pemilikan saham Temasek di PT Indosat, Tbk., dan PT Telkomsel.
Walaupun tidak ada perjanjian diantara PT Telkomsel dengan PT Indosat,
Tbk., tetapi persoalan oligopoli sebenarnya tidak boleh hanya dilihat
dari sekedar apakah ada perjanjian atau tidak? atau berapa persentase
market share-nya?. Di
dalam dunia telekomunikasi Indonesia khususnya untuk provider GSM,
hanya ada tiga perusahaan besar. Sehingga jelas jika terbukti kedua
perusahaan tersebut melakukan “kerjasama”, maka akan ada praktek
oligopoli yang kolusif. Sedikitnya perusahaan yang bergerak di sektor
ini membuat mereka harus memiliki pilihan sikap, koperatif atau non
koperatif. Suatu pelaku usaha/perusahaan akan bersikap non koperatif
jika mereka berlaku sebagai diri sendiri tanpa ada perjanjian eksplisit
maupun implisit dengan pelaku usaha/perusahaan lainnya. Keadaan inilah
yang menyebabkan terjadinya perang harga. Sedangkan beberapa pelaku
usaha/perusahaan beroperasi dengan model koperatif untuk mencoba
meminimalkan persaingan. Jika pelaku usaha dalam suatu oligopoli secara
aktif bersikap koperatif satu sama lain, maka mereka telibat dalam
KOLUSI.
Pada kasus Temasek,
jelas terlihat sebagai pemegang saham tentunya menginginkan keuntungan
yang sebesar-besarnya. Policy ‘mengeruk’ keuntungan ini tentunya
dituangkan di seluruh aspek yang menjadi unit bisnis usahanya, termasuk
didalamnya adalah PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk. Sehingga
dengan status kepemilikan di dua perusahaan tersebut akan dapat
mengoptimalkan maksud dan tujuan Temasek tersebut. Caranya memaksimumkan
keuntungan tersebut adalah kolusi antara PT Telkomsel dan PT Indosat,
Tbk., dengan mempertimbangkan saling ketergantungan mereka, sehingga
mereka menghasilkan output dan harga monopoli serta mendapatkan
keuntungan monopoli. Hal ini dapat terlihat dari penentuan tarif pulsa
GSM antara PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk., dimana boleh dikatakan
tarif harga pulsa GSM di Indonesia adalah salah satu yang termahal di
dunia. Padahal, negara-negara tetangga sekitar sudah dapat menerapkan
harga unit pulsa yang sangat murah dan menguntungkan masyarakat serta
tidak mematikan persaingan usaha. Apalagi
notabene-nya, di negara Temasek sendiri harga unit pulsa boleh
dikatakan sangat murah. Lantas, kenapa di Indonesia harga pulsa menjadi
sangat mahal?. Padahal secara konsep teknologi, dimungkinkan penggunaan
untuk menekan harga unit pulsa menjadi sangat murah, contohnya adalah
pada teknologi CDMA Flexi dan Esia yang sering dihambat perkembangan
oleh “pihak-pihak tertentu” yang tidak menginginkan perkembangan bisnis
usaha ini. Padahal jelas-jelas menguntungkan masyarakat.
Analisa:
Analisa:
Dari kasus diatas
dapat kita ketahui bahwa Temasek melakukan kolusi antara PT Telkomsel
dan PT Indosat, Tbk. Sehingga dengan status kepemilikan
di dua perusahaan tersebut akan dapat mengoptimalkan maksud dan tujuan
Temasek tersebut. Hal ini jelas melanggar etika bisnis karena harga
tarif layanan yang ditetapkan pada kedua perusahaan tersebut terlalu
mahal dibandingkan dengan pesaing-pesaing dalam dan luar negeri. Selisih
harga tarif pulsa antara produk PT Telkomsel dan PT Indosat yang tidak
begitu jauh. Selisih tarif yang sangat kecil ini mengindikasikan dugaan
awal terjadinya praktek Oligopoli Kolusif diantara mereka. Penentuan
tarif harga yang sangat mahal ini, jelas adalah pengeksploitasian
ekonomi masyarakat dan boleh dikatakan sebagai Kolonialisme Gaya Baru.
Sumber:
http://mukhyi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/6938/Kasus+1.doc